Terima kasih atas kunjungan Anda
 

MENANTI KEJUJURAN LEGISLATIF




Oleh : M. Irsani

             Ketika masa kampanya pemilu legislatif dan pemilihan presiden sedang berlangsung, hampir sebagian besar caleg dan capres mau bersusah payah berjibaku dengan pedagang sayur, pedagang kelontongan dan bahkan dengan pedagang ikan. Mereka bahkan rela memasang muka enjoy menikmati secangkir kopi di tengah bau tengik di dalam warung pojok.

            Mengapa mereka rela melakukan itu? Karena mereka sadar bahwa di pasarlah sentra komunitas manusia dari beragam latar belakang berkumpul , dan mereka faham sekali bahwa di pasarlah mereka bias leluasa berdialog menggali masalah sekaligus berempati. Dan tentu saja mereka mengharapkan akan mendulang suara demi sebuah kursi empuk di legislatif.

            Sekarang setelah tujuan tersebut tercapai, berbagai fasilitas sudah dinikmati dengan gaji dua puluh kali lipat -- bahkan lebih -- dari penghasilan pedagang ikan, di mana paras senyum simpul mereka?

 EKSKLUSIF

            Dalam suatu waktu ketika sedang menikmati secangkir kopi disebuah warung di pasar Lombok yang kumuh dan sumpek, penulis menangkap sebuah dialog terbuka antara tukang becak, buruh angkutan, dan para pedagang hampar (lapak). Temanya mulai dari soal melesetnya tebakan togel (kupon putih), semakin seretnya  penghasilan, harga barang kebutuhan pokok yang cendrung naik, anak-anak mereka yang putus sekolah,  sampai kepada masalah ikan air tawar yang  semakin susah dipancing karena maraknya penangkap ikan dengan alat strum listrik.

            Dari sejumlah tema dialog warung kopi itu, penulis mendapatkan beberapa kesimpulan:

  1. Mereka  adalah orang-orang tegar dan survive, meskipun aneka gelombang derita hidup datang silih berganti.
  2. Mereka adalah manusia-manusia jujur, sederhana dan tidak banyak prasangka. Mereka beranggapan bahwa kesusahan hidup adalah sebuah takdir ilahi; jauh sekali dari karangka ilmiah hukum sebab akibat. Maksudnya, mereka hampir tidak beranggapan bahwa rusaknya negeri ini (susah mencari rejeki, lowongan pekerjaan yang sempit, dan tingginya biaya hidup) adalah karena sudah mengkristalnya pola hidup KKN hampir di semua lini lembaga penyelenggara negara. Mulai dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
  3. Dan yang terpenting, mereka apatis dan hampir tidak memiliki kepercayaan lagi dengan penyelenggara negara. Benang merahnya bisa ditarik dari ketidakpedulian mereka terhadap para wakil mereka di DPR/DPRD, yang padahal mereka memiliki hak untuk mengadu dari berbagai macam ketidakadilan dan ketidaknyamanan yang mereka terima akibat kesalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

 Setidaknya, tidak jauh meleset bila banyak yang beranggapan bahwa lembaga legislatif adalah sebuah lembaga eksklusif, tidak jauh berbeda dengan beberapa angkatan terdahulu. Dari sebuah tajuk harian yang  terbit di Jakarta dikatakan, mereka masih saja bermental lama yang  lebih melihat legislatif tempat mencari nafkah ketimbang tempat pengabdian.

PROAKTIF

            Dari pilpres satu dan dua, jelas sekali rakyat sebetulnya menginginkan perubahan. Hal ini terlihat sekali dari mengentalnya dari mayoritas rakyat memilih Susilo Bambang Yodoyono. Perbuhan-perubahan yang berarti dan nyata, yang mampu memenuhi rasa keadilan dan perbaikan kesejahteraan.

 Legislatif mestinya harus sensitif dan tanggap,  kembalikan dukungan rakyat dalam bentuk pengawasan dan legislasi yang bermuara kepada kesejahteraan rakyat, bukan untuk kesejahteraan segelintir orang atau kelompok tertentu.

            Metodenya bukan lagi dengan cara menunggu. Selama ini yang kita saksikan DPRD seringkali bertindak setelah media massa memberitakan atau setelah didemo oleh sejumlah masa. Legislatif seyogyanya mereka proaktif menggali dan menyelami sendiri permasalahan-permalasahan rakyatnya. Caranya antara lain, mengunjungi sentra-sentra komunitas masyarakat, di pasar, di bundaran besar (malam Minggu), di acara-acara tertentu seperti di Masjid, Gereja, kuil, dan bahkan di perkampungan-perkampungan kumuh.

            Datang, ngaso, dan berdialog sebagaimana yang mereka lakukan ketika mencari simpatik memperoleh suara. Insya Allah, permasalahan-permasalahan riil masyarakat akan penuh sesak memenuhi tas kerja para anggota dewan yang terhormat. Kami tunggu Anda di warung pojok.

Important information for Non-Muslims

If anyone has a real desire to be a Muslim and has full conviction and strong belief that Islam is the true religion ordained by Allah for all human-beings, then, one should pronounce the "Shahada", the testimony of faith, without further delay. The Holy Qur'an is explicit on this regard as Allah states:

"The Religion in the sight of Allah is Islam." (Qur'an 3:19)

In another verse of the Holy Qur'an, Allah states:

"If anyone desires a religion other than Islam (Submission to Allah), Never will it be accepted of him; and in the Hereafter he will be in the ranks of those who have lost."(Qur'an 3:85)

If a person does not pronounce the Shahada and enter Islaam, we cannot say that he is a Muslim, even if he admired Islaam and recognized that it the best religion, a great religion, and so on. Abu Taalib, the uncle of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) died a kaafir (non-Muslim), and Allaah forbade His Prophet to pray for forgiveness for him, even though he used to defend the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) and said in his poems: "I do know that the religion of Muhammad is better than all other religions of mankind; were it not for fear of blame or slander, you would find me accepting it completely."

If you do not know any Muslims and you are interested in becoming a Muslim, then contact us or start a Live Chat.

Hide

http://islamworld.net/
This is still under construction
9188 visitorson this page
Mohon kritik atau saran di kolom: Komentar Anda This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free